IMG_20180404_173426 (3)

MENULIS: TERAPI YANG DAHSYAT

Spread the love

Pe­­­­­nulis itu i­ba­­­rat se­­­o­rang dokter yang me­nyem­buh­­­kan pa­sien (di­­ri­nya dan o­rang lain) de­ngan o­bat terapi yang ber­na­­ma tu­lisan. Re­sep­­­nya: me­­­­­­­nulis se­tiap saat.

Sekelompok sis­­wa SMA Se­­minari Ma­ta­­lo­ko berbincang dengan ba­­pak Ferdinandus Loke, ketua re­dak­si SA­DHA­NA, majalah bulanan Komisi Pembangunan Sosial Ekonomi Konferensi Wali Gereja Indonesia (PSE-KWI) Jakarta, Ra­bu ­(04/04/18) di English room Seminari. Alum­nus Seminari yang ke­rap disapa Edy ini berbagi pengalaman dan inspirasi bagi sejumlah seminaris tentang dunia tulis-menulis.

Pertemuan sing­kat ter­sebut mence­rah­kan se­mi­naris akan pen­ting­nya menulis. Dikisahkannya, pada mu­lanya karangan yang dibuatnya tidak dimuat dalam majalah-majalah yang dikirimnya. Na­mun, karena sikap pan­tang menyerah serta ke­gigihannya, ia men­jadi sa­lah satu o­rang yang sukses karena menulis. “Awalnya tak sekalipun bakat menulis nampak dalam diri saya. Namun, dengan pem­bia­saan diri, kita menjadi mampu. Ala bisa karena biasa”, papar Edy.

Menyembuhkan

Banyak infor­ma­si dan pengalaman ter­sim­pan da­­lam memori se­­tiap o­rang. Memori ter­­­­­­sebut mem­bentuk kom­­­­­­­plek­si­tas yang kuat se­hing­ga menjadi beban pikiran. “Pikiran kita di­pe­­nuhi de­ngan hal-hal ruwet yang kita terima dari pe­ris­tiwa hidup ki­ta. Se­ca­ra medis, keru­we­­tan ter­sebut bisa membawa beban, seperti frustasi, misalnya, yang pada gilirannya mendatangkan penyakit,”, jelas Edy.

Ia melanjutkan, “salah satu cara mengurai pikiran yang bertumpuk adalah me­­­­­­­­­­­nu­lis. Saat me­nu­lis, ki­ta me­­ra­pikan pi­ki­ran ruwet kita, membuatnya jadi teratur.”  Hal tersebut diakui Rm. Nani Songkares, Pr, teman kelas Edy di seminari, yang turut hadir dalam bincang-bincang tersebut. “Menulis itu menyembuhkan. Itu salah satu kesimpulan yang bisa ditarik dari pembicaraan pak Edy. Kita be­run­­tung didatangi oleh o­rang seperti pak Edy yang berpengalaman da­lam bidang tu­lis­-me­nu­lis, dan beliau sendiri sudah merasakan daya penyembuhan sebuah tulisan”, ujarnya.

Inspirasi Kehidupan

“Penulis hebat adalah mereka yang bisa me­manfaatkan apa dan siapa pun sebagai inspirasi  bagi tulisan me­reka”, kata Edy. Menurutnya, orang yang men­jadi inspirasi tulisan disebut nara­sum­ber ke­hi­dupan, se­ka­lipun itu adalah se­o­rang nenek tua mis­kin yang bekerja keras a­tau anak kecil yang be­gitu naif. Banyak hal yang sederhana berubah menjadi sesuatu yang luar biasa di ujung pena seorang penulis.

Ia mencontohkan, seorang pe­nu­­­lis hebat seperti An­drea Hirata me­mu­lai tulisannya dari pe­nga­laman sederhana semasa kecil te­tapi berilham bagi ba­­nyak orang. Dia mengolah pengalamannya menjadi novel berjudul Laskar Pelangi yang mentransformasi kehidupan orang lain.

Laskar Pelangi adalah novel pertama dari tetralogi buah pena Andrea Hirata. Dalam novel tersebut, pengalaman belajar di sebuah sekolah sederhana di Belitung disajikan sebagai tulisan yang banyak mengubah orang. Ada mahasiswa yang terlibat narkoba disembuhkan setelah membaca novel ini. Ada dokter gigi yang tak mau berputus asa, walaupun belum mendapat pekerjaan. Semangat pantang menyerah itu ditimbanya dari novel Laskar Pelangi.

 “Kita me­nulis  un­tuk orang lain. Jadi, apa yang ki­ta tulis harus di­pa­hami dan berdam­pak bagi orang lain. Kita tak per­lu meru­mit­kan tu­li­san kita dengan ka­ta-kata yang tinggi, me­­lainkan cukup de­­ngan tulisan sederhana, tetapi menarik dan menggugah pembaca. Keterampilan tersebut tidak datang begitu saja, tetapi melalui latihan yang tekun disertai semangat membaca yang tinggi,” ujarnya memotivasi siswa.

Edy melanjutkan, dengan menulis, kita dikenali banyak orang, sekalipun kita tidak mengenal mereka. “Saya banyak berjumpa dengan orang-orang yang tidak saya kenal, yang merasa tergugah oleh tulisan saya. Ada kebahagiaan tersendiri ketika mereka telah mengetahui saya melalui tulisan, saat saya menyebutkan nama. Menulis itu menembus batas ruang dan waktu.”

Kalimat te­ra­khir­­nya membangkit­kan se­ma­ngat para se­minaris yang hadir un­tuk se­gera terjun ke dalam dunia tulis menulis. Ti­dak sia-sia me­mang kedatangan so­sok asal Je­rebu’u ini. Ka­ta­-ka­tanya membuat se­mi­na­ris saat itu terpikat dan tergerak untuk terjun menulis.  “Luar biasa. Sung­­guh memberi banyak dorongan bagi saya untuk menulis”, tu­tur Jordy Mu­ga (17), siswa kelas XI, salah satu peserta pertemuan itu.



Peserta Pelatihan Menulis Membludak

Usai perbincangan yang inspiratif itu, OSIS SMP dan SMA Seminari menyelenggarakan pelatihan menulis, yakni Senin-Jumat (9-13/4/2018) untuk siswa SMP, dan Jumat-Minggu (13-15/4/2018) untuk siswa SMA. Pelatihan ini dibuat berkenaan dengan kegiatan Ujian Sekolah Bersandar Nasional (USBN) di SMP dan Ujian Nasional (UN) di SMA, di mana banyak ruang kelas di SMP dimanfaatkan untuk USBN, dan beberapa guru SMA menjadi pengawas ujian sehingga tidak bisa memroses pembelajaran.

Pelatihan yang sedianya diberikan hanya kepada 25 siswa peminat dari masing-masing jenjang dihadiri lebih dari seratus siswa, masing-masing 55 siswa SMP dan 50 siswa SMA. Kegiatan tersebut dipandu para guru bahasa di Seminari, yakni Rm. Nani Songkares, Pr, P. Anton Waget, SVD (guru bahasa Inggris), Rm. Alex Dae Laba, Pr (guru bahasa Indonesia), dan Rm. Sil Edo, Pr, selaku prefek/pamong SMP. Para formator itu dibantu para guru SMP dan para frater yang menjalani praktik pastoral di Seminari.

Hasil pelatihan tersebut adalah penerbitan “Koran” majalah dinding bercorak rubrik yang diperkenalkan sejumlah wartawan senior Kompas pada pelatihan menulis 2011 silam. Koran Kompas, demikian para siswa biasa menyebutnya, menghiasi sejumlah besar majalah dinding di emperan kamar makan SMP dan SMA, dengan ragam tulisan berupa berita, kisah inspiratif, dongeng dan cerpen. Berbagai topik seputar seminari dan kehidupan para seminaris disajikan.

Pelatihan berikutnya direncanakan Rabu-Minggu (9-13/5/2018) untuk para peminat yang belum sempat mengikuti kegiatan pelatihan April silam.

Kehadiran para penulis seperti Maria Matildis Banda beberapa waktu lalu berdampak amat besar. Para penulis alumni seminari juga menyulut api menulis yang luar biasa. Frans Padak Demon, dan Edy Loke adalah dua penulis alumni seminari yang baru-baru ini berbagi pengalamannya kepada para siswa. “Kita sangat mengharapkan para alumni, para penulis lain singgah dan memberi pencerahan bagi para siswa kita”, kata Rm. Beni Lalo, Pr, prefek/pamong SMA (Penulis: Piere Ralph, Doni Mere – siswa SMA kelas XI. Editor: Nani).

Comments are closed.