Ratusan siswa SD di Kabupaten Ngada dan Nagekeo mengikuti testing masuk seminari hari Jumat-Sabtu (16-17/3/2018) di SMP seminari. Kegiatan rutin tahunan tersebut terbagi dalam dua sesi, yakni tes wawancara dan tes tertulis, masing-masingnya berlangsung sehari.
“Kita patut bersyukur pada Tuhan karena dari tahun ke tahun banyak anak terpanggil untuk menjadi imam. Motivasi panggilan akan terus dimurnikan melalui proses pendidikan di seminari. Terima kasih karena orangtua masih mempercayakan anak-anak kepada kami untuk dididik di sini”, kata Rm. Benediktus Lalo, Pr, ketua Panitia Penyelenggara Testing, ketika memberikan pengarahan awal hari pertama.
Kurikulum Seminari
Dalam pengarahan tersebut Rm. Beny menggambarkan secara umum kurikulum seminari yang berintikan lima S (sanctitas, scientia, sapientia, sanitas, socialitas) yang telah dikembangkan sejak awal berdirinya, dan karena itu tahan uji. “Di tengah kekacauan orientasi moral yang melanda masyarakat kita, di seminari kita tetap menjalankan pendidikan hati nurani. Itulah sapientia”, ujarnya, menjelaskan salah satu dari lima S tersebut.
Kurikulum tersebut terejawantah dalam aturan harian yang menata kehidupan seminaris dari waktu ke waktu, mulai bangun pagi pukul 4.30 sampai tidur malam jam 21.30. “Setiap detik dimanfaatkan untuk proses pendidikan”, katanya. Dengan demikian masing-masing kegiatan ada waktunya. “Termasuk ada waktu untuk keheningan. Pagi hari setelah Misa, kalian harus melakukan berbagai aktivitas dalam keheningan. Bisa?”, tanyanya kepada peserta testing, yang segera dijawab lengkingan penuh semangat, “Bisaaa!” “Juga ada waktu untuk kerja tangan, untuk bekerja di kebun. Bisa?” “Bisaaa!!”
Opus Manuale
Sehubungan dengan kerja tangan, di Englishroom seminari, Rm. Beny lebih jauh menjelaskan, tanah adalah salah satu unsur penting pendidikan. “Anak harus bersentuhan dengan tanah, karena dari tanah anak belajar nilai-nilai”, katanya, sambil menyebutkan ungkapan opus manuale – kerja tangan – , sebuah konsep tua, yang terasa makin redup dalam proses pendidikan kita. “Bukan kerja tangannya yang menjadi fokus, tetapi semangat yang bisa ditimba dari situ, yakni pengorbanan, kerendahan hati, kerja keras, tanggungjawab, yang bisa siswa dapatkan saat berkontak dengan tanah”.
Pendidikan Karakter yang Kental
Dari beberapa wawancara yang dilakukan bersama orangtua siswa di hari kedua, terungkap kepercayaan terhadap seminari Mataloko bukan tanpa alasan. Pembentukan karakter menjadi salah satu penggerak utama mereka. “Orang pintar banyak, tetapi orang pintar dengan karakter yang bagus jarang. Karena itu pendidikan karakter sangatlah dibutuhkan,” kata Benediktus Naru, orangtua salah seorang siswa peserta testing. Dia mengapresiasi pendidikan karakter yang berlandaskan lima S di seminari. “Mudah-mudahan anak saya berkembang dengan matang di sini”, harapnya. Hal senada disampaikan Dius Taso, orangtua siswa asal Mbay. ”Sebagai orangtua saya bertanggungjawab terhadap perkembangan kepribadian anak. Saya berharap pilihan menyekolahkan anak di sini tepat”, katanya.
Ditemui di sela-sela testing, Rm. Beny mengucapkan terima kasih kepada para orang tua siswa dan para pastor paroki. “Sentuhan motivasi sudah dilakukan di keluarga-keluarga dan juga oleh para imam. Banyak siswa tertarik masuk seminari karena dorongan dan keteladanan para imam di lapangan” tandasnya.
Pada hari pertama peserta dibagi dalam beberapa kelompok untuk sesi wawancara. Pada hari kedua dilaksanakan tes tertulis dengan 3 mata uji yakni berpikir verbal, baris bilangan, dan kosa-kata. Untuk peserta SMP calon KPB (Kelas Persiapan Bawah) ditambahkan bahasa Inggris (Kontributor: Mario Degho. Editor: Nani).