MEDIA: WHY MATTERS?
Bincang-Bincang bersama Frans Padak Demon
Siswa SMA Seminari Mataloko mengadakan bincang-bincang bersama Frans Padak Demon, Independent Consultant Voice of America (VOA), di Ruang Musik SMA, Rabu (4/4). Kegiatan 2 jam yang berlangsung seusai makan malam tersebut menjadi nostalgia tersendiri buat alumnus yang terdaftar sebagai siswa seminari tahun 1969 itu. “Saya terakhir kali berada di sini tahun 1975”, kenangnya. “Di SMP Seminari dulu, saya memulai Mading BIAS (Bimbingan Aspirasi Siswa)”.
Pertemuan tersebut menarik perhatian para seminaris, terutama ketika Frans berbagi pengalaman malang melintang di dunia jurnalistik dalam maupun luar negeri seperti, antara lain, di Harian Merdeka, Jurnal Ekuin, Harian Prioritas, The Mainichi Shinbun, Metro TV, NHK Radio & TV dan VOA.
“Reporter dan seorang imam terpanggil menjadi pembawa berita”, ujar penerima beberapa beasiswa luar negeri seperti di Jepang, Swedia dan Amerika tersebut. Sebagaimana seorang imam mewartakan kebenaran, “kewajiban pertama jurnalisme adalah memberitakan kebenaran”, tandasnya.
Itu sebabnya, jurnalisme yang baik cover both sides, seimbang, tidak berat sebelah. Demi menjamin kebenaran dalam pemberitaan, “seorang jurnalis perlu memiliki disiplin dalam melakukan verifikasi, mengecek dan terus mengecek kebenaran informasi”, lanjutnya, seraya menyebutkan 10 elemen utama jurnalisme, mengutip pendapat Bill Kovack dan Tom Rosentiel.
Frans banyak berbagi pengalamannya menahkodai VOA. Berbagai video tentang VOA ditayangkan. Video-video tersebut mengungkapkan kreativitas pemberitaan VOA, juga kecintaan masyarakat terhadap stasiun TV dan Radio itu. “VOA dicintai masyarakat karena kedalaman isi, dan integritas pemberitaan”. Frans adalah satu-satunya Direktur VOA penerima Gold Medal Award dari pemerintah Amerika Serikat, karena keberhasilannya memimpin stasiun TV dan Radio yang berpangkal di Amerika.
Media Penting
Di tengah banjir informasi yang dahsyat, di mana setiap warga bebas memberitakan apa saja lewat media-media sosial termasuk kebohongan, Frans menegaskan pentingnya media yang berintegritas dan berlandaskan kebenaran.
Media yang berintegritas itu “seperti cahaya di antara banjir berita, cahaya yang menerangi masyarakat. Masyarakat membutuhkan informasi yang benar. Informasi yang salah dapat menimbulkan pengambilan keputusan yang salah di tengah masyarakat”, tegasnya.
Frans mengutip tujuan pemberitaan seperti dikatakan Bill Kovack dan Tom Rosentiel, yakni menyediakan informasi yang diperlukan agar orang bebas dan bisa mengatur diri sendiri. Untuk itu berita harus berlandaskan kebenaran. “Bayangkan kalau berita itu salah atau menyesatkan, masyarakat jadi kacau. Yang sama kan, kalau imamnya memberitakan yang salah, ya umatnya masuk neraka”, candanya memicu gelak tawa.
Lebih jauh dikatakan, berita yang baik dan benar menimbulkan kepercayaan, trust, di tengah masyarakat. Kepercayaan amat penting dalam pewartaan. “Karena itu kita harus menghindari laporan tidak berdasar yang hanya mencari sensasi. Kalau content-nya bagus dan benar, kita tidak perlu membuat iklan, tidak perlu mencari pembelaan, masyarakatlah yang membela kita”, bebernya.
Selanjutnya, Frans menegaskan pentingnya memanfaatkan media digital bagi pewartaan. Dibeberkannya, pengguna HP saat ini mencapai 91 persen penduduk dewasa Indonesia, dan dari jumlah itu, 60 persen menggunakan Smartphone. Selain itu, 79 persen penduduk memanfaatkan internet setiap hari. Mengenai sikap terhadap media digital, 71 persen pengguna memandangnya positip. Ini peluang yang patut digunakan untuk pewartaan. Gereja perlu memanfaatkannya.
“Saya kira penting sekali kita masuk ke dalam media digital. Pewartaan saat ini tidak cukup dilakukan melalui mimbar. Paus Fransiskus saja aktif setiap hari melalui Twitter”, ungkapnya, sambil menampilkan cuitan terkini dari Paus Fransiskus mengenai Paskah. “Setiap hari saya mengikuti cuitan Paus”.
Frans menegaskan, pewartaan melalui media digital menjangkau sejumlah besar umat, dan mereka dapat mengaksesnya kapan dan di manapun. “Pewartaan melalui kertas tetap penting, tapi kertas entah dalam bentuk Harian, Majalah atau buku itu mahal, sedangkan pewartaan media digital dilakukan melalui udara, karena itu murah dan menjangkau banyak orang”, katanya.
Frans mengapresiasi peluncuran website seminari. “Itu keputusan yang tepat. Saya berharap siswa dilibatkan. Tadi saya membaca tulisan mereka di Mading. Content-nya bagus. Sayang kalau tidak dibaca banyak orang. Dengan melibatkan banyak siswa, setiap waktu kita dapat meng-update informasi melalui website”. Frans menganjurkan, website dilengkapi content bercorak audio, berupa renungan, misalnya, yang dapat diperbaharui setiap waktu (Penulis: Mario Degho. Editor: Nani).