Sejumlah 89 siswa kelas X SMA Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu, Mataloko, Ngada, mengadakan studi lapangan di Kampus Bambu, Turetogo, Ratogesa, Ngada, Selasa (12/11/2024). Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang merupakan kelanjutan P5 tahun yang silam. Ikut serta dalam kegiatan tersebut 9 guru pendamping bersama Koordinator Proyek kelas X, Maria V. Uta Djadja, S.Pd.
Ibu Merlin, demikian guru kimia ini akrab disapa, mengaku sangat antusias menyambut proyek ini. “Bambu itu akrab sekali dengan masyarakat kita. Kegunaannya banyak sekali. Seminari juga sudah merasakannya. Selain itu, kita sudah melakukan kerja sama dengan Kampus Bambu ini sejak awal ketika P5 ini diperkenalkan,” katanya di sela-sela pendampingan pembuatan polybag serat alam dari bambu di aula SMA Seminari, Rabu (13/11/2024).
Kontekstual dan bernuansa pemberdayaan
Pemilihan bambu sebagai pokok pembelajaran utama untuk P5 sangat kontekstual dan bernuansa pemberdayaan. Masyarakat Ngada sangat mencintai bambu. Di mana-mana ada bambu. Bambu tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tak terbayangkan masyarakat Ngada hidup tanpa bambu.
“Jauh sebelum kita diperkenalkan dengan pohon-pohon baru seperti mahoni atau jati, nenek moyang kita sudah memelihara hutan bambu,” ujar Marselus Selu, tokoh masyarakat Wogo, salah satu narasumber studi lapangan tersebut. “Bambu dipakai di mana-mana untuk berbagai keperluan: untuk rumah adat, kandang, pagar, makanan, bahkan untuk musik,” tambahnya sambil mengangkat dengan bangga foi doa, alat musik tiup tradisional dari bambu.
Marsel kemudian memainkan foi doa yang amat khas bentuknya, dan dengan sekali tiup bisa mengeluarkan beberapa suara. Para siswa terdiam sejenak dan terkesima merasakan keajaiban bambu dari Ngada. “Bambu itu kontekstual sekali. Anak-anak juga tadi mempelajari kegunaan bambu yang luar biasa, termasuk peran bambu untuk kesenian tradisional yang unik ini. Jadi selain kontekstual pembelajaran mengenai bambu sangat bernuansa pemberdayaan. Foi doa hanya ada di Ngada, dan itu kebanggaan. Ada banyak keajaiban bambu yang bisa diangkat melalui proses pembelajaran ini, dan itu pemberdayaan,” tegas Rm. Silvinus Fe, Pr, salah seorang pendamping yang serius menyimak pembicaraan tokoh masyarakat Wogo itu dalam talk show di pelataran depan Kampus Turetogo.
Sekolah Lapang Bambu
Pendekatan efektif yang dipilih untuk mempelajari bambu oleh Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) sejak pendirian Kampus Bambu Turetogo tahun 2021 adalah Sekolah Lapang Bambu (SLB). Mula-mula ibu-ibulah yang menjadi “mahasiswanya”. Mereka dikenal sebagai mama-mama bambu, yang tersebar di cukup banyak desa di Ngada.
Saat ini mama-mama bambu aktif mengadakan pembibitan bambu, yang dilakukan melalui proses pembelajaran di SLB itu. Dilansir dalam koran Jelajah Ekonomi Desa 3 April 2023, mama-mama bambu di Ngada dapat menghasilkan 20 juta per tahun melalui pembibitan bambu. “Tak sedikit juga mama-mama bambu yang mampu memperoleh penghasilan hingga 2,5 juta per bulan,” ujar Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif YBLL sebagaimana dikutip dalam koran tersebut. Jadi dengan budidaya bambu mama-mama bambu aktif melakukan aksi nyata yang efektif untuk merawat bumi, sekaligus menyejahterakan keluarga.
Belakangan para siswa Seminari Todabelu Mataloko menjadikan SLB Turetogo sentra belajar utama mengenai bambu. Mengapa bambu? “Kegunaan bambu besar sekali, baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial kemasyarakatan,” ujar Yoakim Philipus Nanga, Koordinator Program SLB tersebut. Dengan tampilan powerpoint yang menarik, dan gaya bertutur yang menawan, Yopi, panggilan akrab Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris ini, memesona para siswa dengan informasi mengenai berbagai kegunaan bambu yang luar biasa. “Satu rumpun bambu yang berjumlah 36 batang bisa menampung air sebanyak 5000 liter untuk satu musim hujan. Itu sama dengan satu tanki air,” jelasnya.
Kegunaan bambu banyak tidak disadari, terutama generasi muda. Padahal nenek moyang kita dulu memperlakukan bambu secara arif. Bambu tidak sembarang ditebang. Ada waktunya, ada aturannya. Dengan demikian bambu dapat dijaga secara lestari. Dengan ilmu yang kita dapat, kita sekarang tahu, mengapa perlakuan terhadap bambu itu harus bijak. Perlu edukasi yang efektif. “Itu sebabnya YBLL memilih Sekolah Lapang Bambu sebagai pendekatan edukatif yang tepat,” tegas Yopi.
Sekolah Lapang Bambu itu gedungnya alam, lantainya tanah. Pembelajarnya terbuka terhadap siapa saja, dapat dilakukan secara individu atau kelompok, atau sebagai suatu komunitas, atau institusi pendidikan. Siapa pun dapat menjadi pembelajar: petani, ibu-ibu, kaum muda, pelajar, guru, aktivis lingkungan, akademisi. Pendekatannya adalah praktik di lapangan.
“Itu sebabnya disebut Sekolah Lapang Bambu. Kita belajar sambil praktik di lapangan, mengenal bambu di lapangan,” kata Maria Ermelinda Meo, salah seorang koordinator program SLB. “Orang belajar pembibitan bambu langsung di lapangan. Belajar perawatan bambu, pengawetan bambu, kerajinan serat alam bambu, langsung di lapangan,” tambahnya. “Karena langsung di alam, kita jadi mengenal dan mencintai lingkungan. Di hutan bambu ini, saya jatuh cinta dengan lingkungan,” ungkap Erlin yang pernah malang melintang di Jakarta sebagai jurnalis.
“Dulu, waktu bekerja di media, ketemunya satu dua orang saat wawancara. Sekarang, saya justru bergaul dengan banyak orang dari mana-mana.” Erlin mengaku senang bekerja bersama YBLL di Kampus Bambu ini. Alam jadi jembatan antarmanusia, pembuka dan perekat jejaring. Bersama temannya, Erlin sedang menjajagi kemungkinan mengembangkan desa edu eko-wisata. “Potensi bambu luar biasa di sini. Namun titik berat kami edukasi, agar sambil berwisata ada kecintaan pada bambu, ada kerelaan merawat bumi, dan pemberdayaan pada masyarakat,” katanya.
Belajar sambil praktik. Itulah yang dialami para siswa. Pembekalan yang mereka dapatkan di Kampus Bambu tidak semata teori. Setelah belajar mengenai kandungan zat dalam bambu yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, cara-cara dan bahan-bahan yang perlu untuk mengolah daun dan arang bambu menjadi pupuk organik, para siswa langsung mempraktikkannya keesokan harinya di kebun Seminari. Begitu pula, setelah belajar mengenai serat alam bambu untuk membuatan eco polybag, para siswa mempraktikkannya dengan menganyam polybag.
Di bawah bimbingan Ferdinandus Wea dan teman-temannya untuk pengolahan pupuk organik, dan Dominikus Woda dan teman-teman untuk pembuatan eco polybag, siswa tekun mengikuti petunjuk langkah demi langkah. Pembelajaran tidak hanya menyenangkan, tapi bermakna karena ada kepenuhan hati, melibatkan berbagai ranah, dilakukan dengan sungguh-sungguh tapi menggembirakan, dengan tanggung jawab dan ketelitian, juga dalam kerja sama.
Menariknya, tidak hanya para siswa, guru pun ikut belajar. Seperti para siswa, guru bertanya, berdiskusi, dan beraksi. Mereka mengampu mata pelajaran yang berbeda-beda. Bahasa, sejarah, geografi, biologi, kimia. Alam mencairkan sekat-sekat. Alam mencipta keterhubungan, kerja sama antarilmu. Sebuah pembelajaran interdisipliner yang memerdekakan.
Fimbribambusa jokowii Widjaja
Pendekatan belajar melalui P5 itu sejatinya berkelanjutan. “Penguatan karakter itu nyata sekali. Dan itu pasti berdampak secara berkelanjutan dalam kehidupan anak-anak,” ujar Merlin, koordinator P5 kelas X sekaligus guru penggerak di SMA Seminari.
Lagi pula, Seminari memang menyambut serius kerja sama dengan YBLL melalui Kampus Bambu. Dua hektar tanah disiapkan untuk penanaman bambu. “Tahun lalu kita sudah menanam di lahan seluas 1 hektar. Tahun ini harus jadi 1 hektar lagi,” tegas RD. Martin Ua, Praeses Seminari.
“Kita akan berupaya agar hutan bambu di Seminari menjadi taman bambu. Juga, di hutan bambu itu, kita akan menanam 22 jenis bambu yang endemik, khas NTT, termasuk jenis bambu yang baru ditemukan di Flores, yang diberi nama Jokowii,” tutur Yopi berapi-api.
Nama ilmiah jenis bambu tersebut Fimbribambusa jokowii Widjaja, ditemukan oleh ahli taksonomi bambu, Prof. Dr. Elisabeth Anita Widjaja (goodnewsfromindonesia.id/2023). Sejauh ini, Presiden Jokowi adalah satu-satunya presiden yang pernah berkunjung ke Kampus Bambu Turetogo, Juni 2022 silam. Itu kebanggaan orang Flores. Namanya diabadikan dalam jenis bambu tersebut.
Karena dampak berkelanjutan baik mengenai penguatan karakter Pancasila dalam diri siswa, maupun upaya merawat bumi melalui bambu, dan karena ada aksi nyata menciptakan hutan bambu sebagai laboratorium alam di masa depan, maka telah disiapkan draft MOU kerja sama dua lembaga yakni YBLL dan Seminari, yang siap ditandatangani.
Melalui bambu, Ngada bersuara untuk Indonesia dan dunia (Nani Songkares).