Siswa SMA Seminari Todabelu Laksanakan Pensi

Siswa SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu melaksanakan Pentas Seni (Pensi) bertema “Musik Bahasaku” di Aula SMPS Seminari Mataloko pada Sabtu, 30 November 2024, pukul 09.00 hingga 11.00 WITA.

Pensi diisi dengan penampilan paduan suara dari siswa kelas X, ensambel dari siswa kelas XI, serta kolaborasi teater dan musik kontemporer dari siswa kelas XII.

Acara tersebut dilaksanakan sebagai penilaian akhir semester gasal mata pelajaran Seni Musik dan pengembangan keterampilan para siswa dalam bernyanyi dan memainkan alat musik.

Kegiatan tersebut dijalankan atas inisiatif Yohanes Ndiwa Koandijalo, S. Pd., atau Pak Yani selaku guru mata pelajaran Seni Musik serta didukung oleh pihak sekolah dan asrama.

Hadir dalam acara tersebut beberapa siswa dari SMAS Katolik Thomas Aquino  Mataloko dan beberapa guru SMA Seminari.

Pensi dipandu oleh master of ceremony, Febrian Marley (XII) dan Jack Huik (XI).

Acara diawali dengan doa yang dipimpin oleh Vito Dhae (XII). Selanjutnya, Pak Yani menyampaikan poin-poin penilaian dan hal-hal penting lainnya yang mesti diperhatikan oleh para siswa selama Pensi. “Berikan yang terbaik, ekspresikan dirimu,” kata Pak Yani di akhir sambutannya.

Acara pertama ditampilkan oleh siswa kelas X B yang membawakan lagu berjudul “Ona Mia Te”. Penampilan kedua dari kelas XII A yang menyuguhkan kolaborasi teater dan musik kontemporer berjudul “Musik yang Menyembuhkan”.

Selanjutnya, monolog berjudul “Saya, Nada, dan Kata” yang dibawakan oleh Riko Loda (XI). Kemudian, ensambel dengan lagu berjudul “Juwita Malam” dan “Long Time Ago in Bethlehem” yang dibawakan oleh kelas XI B.

Selanjutnya, kolaborasi teater dan musik kontemporer berjudul “Musik yang Mendamaikan” yang disuguhkan oleh siswa kelas XII B. Kemudian, penampilan lagu berjudul “Laruik Sanjo” dari kelas X C.

Pada pukul 10.00 WITA, para guru dan tamu undangan menyantap snack, sembari menyaksikan penampilan band kelas X.

Kemudian, siswa kelas XI A menampilkan ensambel dengan lagu berjudul “Feliz Navidad” dan “Last Christmas”. Selanjutnya, kolaborasi teater dan musik kontemporer berjudul “Dunia dari Sisa-Sisa Anak Yohanes Berkhmans” yang disuguhkan oleh siswa kelas XII C.

Kemudian, paduan suara dari kelas XA dengan lagu berjudul “Es Kaubele”. Selanjutnya, penampilan ensambel dengan lagu berjudul “O Holy Night” dan “Bulan dan Ksatria” dari siswa kelas XI C. Kemudian, penampilan Berkhmawan Band dari kelas XII.

Di akhir acara, Pak Yani menyampaikan evaluasi, apresiasi dan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan menyukseskan Pensi tersebut. Pesan Pak Yani kepada para siswa, “agar apa yang sudah dipelajari dan ditampilkan dapat menjadi bekal dalam pengembangan diri ke depannya, khususnya dalam bermain musik”.

Usai acara, lima siswa mengungkapkan kebahagiaan mereka saat terlibat dalam Pensi. Siswa-siswa tersebut, yaitu Brian Pea (X), Polce Epu (X), Elga Dhae (XI), Kristian Seda (XI), dan Kristian Riwu (XII).

Brian Pea mengungkapkan bahwa dirinya merasa senang, karena bisa mengembangkan bakat melalui Pensi. Ia berharap kegiatan seperti itu “harus sering diadakan”.

Selain itu, Polce Epu mengungkapkan kebanggaannya karena lewat Pensi, “bakat yang dimilikinya boleh mendapat pengakuan publik”.

Sementara itu, Elga Dhae dan Kristian Seda menyampaikan bahwa keduanya merasa lega dan puas karena “boleh menampilkan bakat yang dimiliki di atas panggung”.

Selain itu, Kristian Riwu mengungkapkan bahwa “saya merasa bangga, karena banyak potensi yang selama ini tersembunyi dalam diri para siswa, bisa ditampilkan semuanya dalam Pensi ini”. (Roland Reko Li dan Adrian Weko).

Football Mini Tournament, P5 “Bangunlah Jiwa dan Raganya”

Sebanyak 75 siswa kelas XI SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu melaksanakan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bertema “Bangunlah Jiwa dan Raganya”.

P5 ini didampingi oleh Dominikus Damu, S. Pd., selaku fasilitator serta Rm. Drs. Yohanes Moses Songkares, Pr., S. Pd., dan Apolinarius Yoseph Sewe, S. Pd., sebagai anggota.

Kegiatan ini diisi dengan pergelaran football mini tournament antarkelas yang bertujuan untuk melatih para siswa agar mampu menyelenggarakan turnamen sepak bola.

Produk football mini tournament ini, ialah rekapan pertandingan dan laporan turnamen.

Pada pertemuan hari pertama, Senin, 11 November 2024, diadakan pembentukan panitia dan persiapan-persiapan menjelang turnamen pada pertemuan berikutnya.

Setelah disepakati secara aklamasi dan berkonsultasi dengan para pendamping, Harves Tai, siswa kelas XI A dipercayakan sebagai ketua panitia. Kemudian, ditetapkan penanggung jawab di setiap bidang, seperti pengawas pertandingan, wasit, dan tim medis.

Selanjutnya, dalam kelompok kelas, para siswa mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk football mini tournament. Ada kelas yang mengumpulkan sampah, memotong rumput, memasang jaring gawang, dan mengangkat bench pemain. Para siswa begitu antusias.

Semua persiapan akhirnya selesai dikerjakan pada sore hari.   

Football mini tournament ini dibuka dengan apel pembukaan pada Rabu, 14 november 2024. Usai apel, dilangsungkan pertandingan perdana antara kelas XI A dan XI B. Turnamen, kemudian dilanjutkan pada Jumat, 15 november 2024. (Adrian Weko).

Benarkah Seminari Tidak Cantik Lagi?

Siapa sangka salah satu lembaga calon imam, Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko yang dahulunya dikenal dengan sebutan tempat persemaian bunga-bunga indah, kini telah hilang. Hal itu terlihat jelas ketika saat ini Seminari mengalami krisis bunga. Banyak bunga yang dahulunya menghiasi Seminari kini mulai jarang ditemukan.

Pada awal semester ganjil tahun ini, taman-taman di Seminari, khususnya di kompleks SMA kering kerontang. Aldo Bheo sebagai Ketua Seksi Pekerjaan Umum (PU) OSIS SMA Seminari Todabelu saat diwawancarai penulis pada Jumat, 4 Oktober 2024, menjelaskan hal itu karena menurunnya semangat para seminaris untuk merawat taman.

Hal yang sama juga diakui oleh salah satu anggota taman di depan Perpustakaan SMA, Eby Marley saat ditemui di tamannya pada Sabtu, 5 Oktober 2024. “Kami mengakui semangat kami untuk merawat taman sudah mulai menurun. Kerja umum setiap Rabu sore dan Sabtu sore hampir tidak dijalankan secara efektif oleh kami yang bekerja di pos taman”, ungkapnya.

Eby juga menambahkan bahwa masalah ini timbul juga karena kurangnya tanggung jawab dari Seksi Green Lovers sebagai seksi yang mengoordinasi para siswa yang bekerja di taman-taman. “Mereka tidak menjalankan tugas dengan baik, padahal sudah diberikan kepercayaan,” tambahnya.

Hal itu pun turut ditegaskan oleh kedua siswa kelas XII C, Shady Djawa dan Ethon Mbete pada Selasa, 8 Oktober 2024. Mereka mengatakan bahwa fungsi koordinasi Seksi Green Lovers saat ini kian melemah.

Problem menurunnya semangat kerja seminaris di taman-taman ini mengakibatkan beberapa jenis bunga, seperti mawar dan dahlia sudah mulai jarang ditemukan di lingkungan Seminari. Padahal dahulunya bunga-bunga inilah yang memberi “cover cantik” bagi Seminari.

Persoalan ini turut berpengaruh terhadap kegiatan-kegiatan yang membutuhkan dekorasi bunga. Menurut Aldo, beberapa bulan terakhir, Seksi Liturgi dan Seksi Dekorasi OSIS harus mencari bunga di luar Seminari untuk kebutuhan dekor.

Menanggapi problem ini, Ketua Seksi Green Lovers, Dolin Nggano kepada penulis pada Kamis, 10 Oktober 2024, akan mengupayakan ke depannya fungsi kontrol yang efektif terhadap para seminaris yang bekerja di taman-taman. Dirinya bersama anggota seksinya akan berkoordinasi dengan Seksi PU untuk selalu mengecek para seminaris saat bekerja di taman-taman setiap jam kerja pos, Rabu Sore dan Sabtu Sore. Selain itu, Dolin menambahkan bersama anggota seksinya, dirinya akan berupaya mengadakan bibit-bibit bunga untuk memenuhi kebutuhan para seminaris yang bekerja di taman-taman bunga (Andreas Gemilang By).

POLYBAG SERAT ALAM DARI BAMBU SUDAH WAKTUNYA JADI PERHATIAN

Polybag serat alam dari bambu bukan hal baru. Di sejumlah tempat usaha ini sudah digalakkan, bahkan dalam jumlah besar. Sekali pesan bisa ribuan.

Namun, untuk NTT umumnya dan Ngada khususnya, polybag serat alam dari bambu tergolong baru, dan belum populer, padahal sejak tahun 2016 pemerintah kabupaten Ngada sudah mengembangkan pertanian organik dan mencanangkan tiga Go – go organic, go clean, dan go green (Jomba, ekorantt.com/2019).

Sejalan dengan upaya pemerintah ini, sejak didirikan tahun 2021 silam Kampus Bambu Turetogo di Desa Ratogesa, Ngada, di bawah Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) gencar mempromosikan polybag serat alam dari bambu sebagai bagian dari gerakan merawat bumi.

Gerakan merawat bumi melalui pengadaan polybag serat alam ini perlu disambut. Produksi kantong plastik di Indonesia setiap tahun terbilang mengerikan. Akibatnya sampah plastik tersebar di mana-mana.

Data dari Making Oceans Plastics Free (2017) menyebutkan, rata-rata ada 182, 7 miliar kantong plastik digunakan di Indonesia setiap tahunnya. Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahal mengungkapkan, tahun 2022 total sampah plastik mencapai 12,54 juta ton. Jumlah itu naik secara eksponensial setiap tahun sejak 1995 (kompas.com 15/6/2023). Ini mengkhawatirkan sekali.

Salah satu kantong plastik yang masif digunakan untuk pembibitan adalah polybag. Polybag plastik ini murah dan praktis. Sayangnya pada umumnya hanya sekali pakai. Setelah itu dibuang di kebun-kebun atau pekarangan, dan tidak dilihat sebagai sampah yang mengotorkan dan mencemarkan.

 

Bagian dari P5

Melalui kerja sama dengan Kampus Bambu Turetogo, siswa SMA Seminari diajak melihat polybag serat alam dari bambu sebagai alternatif untuk menggantikan polybag plastik. Karena itu, selama beberapa hari ini para siswa dan para guru mendapatkan pelatihan cara membuat polybag serat alam dari bambu.

Pada Selasa (12/11/2024) mereka mengadakan studi lapangan ke Kampus Bambu untuk mendapatkan penyadaran dan pengetahuan mengenai pentingnya polybag serat alam dalam upaya konservasi lingkungan. Pada Rabu (13/11) pelatihan menganyam polybag bersama Dominikus Woda (Omin), seorang praktisi kerajinan serat alam dari Langa, Bajawa, di aula SMA Seminari. Omin sendiri bergabung bersama YBLL di Kampus Bambu Turetogo. Pada Kamis (14/11), refleksi dalam kelompok mengenai aksi-aksi yang telah dibuat, dan langkah-langkah untuk menjadikan aksi-aksi ini berkelanjutan. Refleksi tersebut para siswa tuangkan dalam bentuk tulisan-tulisan ficer.

 Mengomentari pelatihan pembuatan polybag organik ini, Rm. Silvinus Fe, Pr, salah seorang pendamping P5 mengatakan,  “Kegiatan ini merupakan bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Yang ingin kita sasar itu aspek edukasinya, yakni bagaimana anak-anak dan kita semua bisa menyerap nilai-nilai Pancasila, dan membiarkan hidup kita digerakkan dan dituntun oleh nilai-nilai itu.”

Hal senada disampaikan FX. Lindawati, M.Pd, guru ekonomi SMA Seminari. “Nilai-nilai Pancasila banyak sekali yang dipelajari dan diserap melalui kegiatan ini. Penyadaran akan kerusakan lingkungan karena sampah plastik, kepedulian bersama untuk mencintai lingkungan sehingga kita semua mau tidak mau harus berbuat sesuatu, entah dengan diet plastik, atau dengan menghasilkan dan beralih kepada polybag serat alam, empati kita pada orang lain, kerelaan kita untuk saling mendengar dan menghargai, kolaborasi yang tulus. Itu semua bisa ditimba dari pembelajaran berbasis proyek ini. Yang menarik adalah begitu banyak guru dari berbagai mata pelajaran terlibat. Juga pegawai dari Kampus Bambu. Jadi P5 ini menyatukan kita bersama, bukan hanya untuk mendampingi tapi untuk belajar bersama. Dengan itu para siswa akan melihat, ini nilai-nilai kita bersama, yang mengikat kita semua sebagai satu bangsa. Itu indahnya P5.”

Baik Silvinus maupun Lindawati mengaku gembira dengan adanya P5 dari Kurikulum Merdeka ini. “Khususnya tentang bambu, kita sudah melaksanakannya selama dua tahun dalam kerja sama dengan Kampus Bambu. Irama pulang pergi antara sekolah dan hutan bambu yang sejuk, perjumpaan dengan beragam orang baik di sekolah, di Kampus Bambu, maupun di kampung-kampung, itu nilai lebih proyek ini yang membuat anak-anak termotivasi untuk belajar,” tutur Rm. Sely, sapaan akrab imam pengajar sejarah ini.

 

Berkelanjutan

 P5 itu sejatinya berkelanjutan. Dari segi penguatan karakter, dampaknya  seumur hidup. Namun, sebagai gerakan bersama untuk merawat bumi, pemanfaatan polybag serat alam dari bambu perlu menjadi aksi yang tak henti-hentinya digalakkan.

“Sumber alamnya melimpah. YBLL melalui Kampus Bambu Turetogo siap bekerja sama. Pasti para pemerhati lingkungan juga akan mengulurkan tangan. Sementara itu di Seminari, kita mempunyai ratusan anak muda yang siap belajar dan menjalarkan kepedulian akan lingkungan. Jadi pengadaan polybag serat alam dari bambu dalam jumlah besar sangat mungkin dilakukan,” ujar Rm. Sely.

Rm. Sely juga berbicara mengenai kemungkinan mengangkat polybag serat alam dari bambu sebagai bagian gerakan merawat bumi dalam sebuah seminar yang lebih besar. “Sudah saatnya kita mempromosikan polybag serat alam dari bambu ini kepada masyarakat luas dengan melibatkan berbagai pihak. Ini sejalan dengan kampanye peduli lingkungan yang dilakukan Seminari  melalui even Berkhmawan On the Road bulan lalu yang berjudul Ketika Sampah Nodai Sumpah,” katanya.

Gelar aksi Berkhmawan On the Road di atas kendaraan tronton dengan rute Mataloko menuju kota Bajawa pada Senin (21/10/2024) mendapat sambutan dan apresiasi dari berbagai kalangan. “Ini bukti anak-anak kita sanggup memotivasi dan menjadi duta lingkungan,” tandas Rm. Sely.

 

Peluang Kewirausahaan

Polybag serat alam dari bambu mempunyai peluang kewirausahaan yang menjanjikan ke depan. “Saat ini memang tantangannya harga dan kepraktisan. Polybag serat alam dari bambu, kalau dilempar dengan harga Rp.5000 itu mahal. Apalagi kurang praktis. Orang beli 500 polybag plastik mungkin besarnya hanya segepok, tapi kalau beli 500 polybag serat alam dari bambu, mungkin butuh kendaraan tersendiri. Dari sisi lain, polybag serat alam dari bambu gampang terurai, bisa ditanam di tanah bersama tanaman. Dan wadah ini bernilai merawat lingkungan,” tukas Linda, sapaan akrab ibu berdarah Jawa ini.

Jadi ada kelebihan dan kekurangan. “Karena itu polybag serat alam dari bambu butuh promosi yang terus-menerus dan melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah,” katanya. Ia melanjutkan, kalau promosi itu berjalan efektif, dan masyarakat berhasil diyakinkan untuk bergerak bersama, peluang kewirausahaan terbuka. “Apalagi, Seminari sekarang sedang gencar menanam bambu untuk menciptakan hutan bambu di kebunnya. Bahan bambu sudah langsung dari kebun,” tambahnya.

Kerja sama dengan berbagai pihak sangat dibutuhkan. Kalau pemerintah kabupaten Ngada, misalnya, berkomitmen dengan go organic, go clean, dan go green, bukan tidak mungkin penggunaan polybag serat alam dari bambu menjadi pilihan utama. “Kalau pembibitan oleh Dinas Kehutanan atau Dinas Pertanian menggunakan polybag serat alam, misalnya, ini gebrakan yang sangat bertenaga untuk aksi peduli lingkungan sekaligus menambah penghasilan,” sambung Rm. Sely.

Sudah waktunya polybag serat alam dari bambu menjadi perhatian dan pilihan. Ini bisa dilakukan di wilayah kita, oleh para pelajar kita, dan kita semua (Nani Songkares).

SLB TURETOGO, SENTRA BELAJAR  BAMBU YANG ANDAL

Sejumlah 89 siswa kelas X SMA Seminari St. Yoh. Berkhmans Todabelu, Mataloko, Ngada,  mengadakan studi lapangan di Kampus Bambu, Turetogo, Ratogesa, Ngada, Selasa (12/11/2024). Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang merupakan kelanjutan P5 tahun yang silam. Ikut serta dalam kegiatan tersebut 9 guru pendamping bersama Koordinator Proyek kelas X, Maria V. Uta Djadja, S.Pd.

Ibu Merlin, demikian guru kimia ini akrab disapa, mengaku sangat antusias menyambut proyek ini. “Bambu itu akrab sekali dengan masyarakat kita. Kegunaannya banyak sekali. Seminari juga sudah merasakannya. Selain itu, kita sudah melakukan kerja sama dengan Kampus Bambu ini sejak awal ketika P5 ini diperkenalkan,” katanya di sela-sela pendampingan pembuatan polybag serat alam dari bambu di aula SMA Seminari, Rabu (13/11/2024).

Kontekstual dan bernuansa pemberdayaan

Pemilihan bambu sebagai pokok pembelajaran utama untuk P5 sangat kontekstual dan bernuansa pemberdayaan. Masyarakat Ngada sangat mencintai bambu. Di mana-mana ada bambu. Bambu tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Tak terbayangkan masyarakat Ngada hidup tanpa bambu.

“Jauh sebelum kita diperkenalkan dengan pohon-pohon baru seperti mahoni atau jati, nenek moyang kita sudah memelihara hutan bambu,” ujar Marselus Selu, tokoh masyarakat Wogo, salah satu narasumber studi lapangan tersebut. “Bambu dipakai di mana-mana untuk berbagai keperluan: untuk rumah adat, kandang, pagar, makanan, bahkan untuk musik,” tambahnya sambil mengangkat dengan bangga foi doa, alat musik tiup tradisional dari bambu.

Marsel kemudian memainkan foi doa yang amat khas bentuknya, dan dengan sekali tiup bisa mengeluarkan beberapa suara. Para siswa terdiam sejenak dan terkesima merasakan keajaiban bambu dari Ngada. “Bambu itu kontekstual sekali. Anak-anak juga tadi mempelajari kegunaan bambu yang luar biasa, termasuk peran bambu untuk kesenian tradisional yang unik ini. Jadi selain kontekstual pembelajaran mengenai bambu sangat bernuansa pemberdayaan. Foi doa hanya ada di Ngada, dan itu kebanggaan. Ada banyak keajaiban bambu yang bisa diangkat melalui proses pembelajaran ini, dan itu pemberdayaan,” tegas Rm. Silvinus Fe, Pr, salah seorang pendamping yang serius menyimak pembicaraan tokoh masyarakat Wogo itu dalam talk show di pelataran depan Kampus Turetogo.

Sekolah Lapang Bambu

Pendekatan efektif yang dipilih untuk mempelajari bambu oleh Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) sejak pendirian Kampus Bambu Turetogo tahun 2021 adalah Sekolah Lapang Bambu (SLB). Mula-mula ibu-ibulah yang menjadi “mahasiswanya”. Mereka dikenal sebagai mama-mama bambu, yang tersebar di cukup banyak desa di Ngada.

Saat ini mama-mama bambu aktif mengadakan pembibitan bambu, yang dilakukan melalui proses pembelajaran di SLB itu. Dilansir dalam koran Jelajah Ekonomi Desa 3 April 2023, mama-mama bambu di Ngada dapat menghasilkan 20 juta per tahun melalui pembibitan bambu. “Tak sedikit juga mama-mama bambu yang mampu memperoleh penghasilan hingga 2,5 juta per bulan,” ujar  Monica Tanuhandaru, Direktur Eksekutif YBLL sebagaimana dikutip dalam koran tersebut. Jadi dengan budidaya bambu mama-mama bambu aktif melakukan aksi nyata yang efektif untuk merawat bumi, sekaligus menyejahterakan keluarga.

Belakangan para siswa Seminari Todabelu Mataloko menjadikan SLB Turetogo sentra belajar utama mengenai bambu. Mengapa bambu? “Kegunaan bambu besar sekali, baik secara ekologis, ekonomis, maupun sosial kemasyarakatan,” ujar Yoakim Philipus Nanga, Koordinator Program SLB tersebut. Dengan tampilan powerpoint yang menarik, dan gaya bertutur yang menawan, Yopi, panggilan akrab Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris ini, memesona para siswa dengan informasi mengenai berbagai kegunaan bambu yang luar biasa. “Satu rumpun bambu yang berjumlah 36 batang bisa menampung air sebanyak 5000 liter untuk satu musim hujan. Itu sama dengan satu tanki air,” jelasnya.

Kegunaan bambu banyak tidak disadari, terutama generasi muda. Padahal nenek moyang kita dulu memperlakukan bambu secara arif. Bambu tidak sembarang ditebang. Ada waktunya, ada aturannya. Dengan demikian bambu dapat dijaga secara lestari. Dengan ilmu yang kita dapat, kita sekarang tahu, mengapa perlakuan terhadap bambu itu harus bijak. Perlu edukasi yang efektif. “Itu sebabnya YBLL memilih Sekolah Lapang Bambu sebagai pendekatan edukatif yang tepat,” tegas Yopi.

Sekolah Lapang Bambu itu gedungnya alam, lantainya tanah. Pembelajarnya terbuka terhadap siapa saja, dapat dilakukan secara individu atau kelompok, atau sebagai suatu komunitas, atau institusi pendidikan. Siapa pun dapat menjadi pembelajar: petani, ibu-ibu, kaum muda, pelajar, guru, aktivis lingkungan, akademisi. Pendekatannya adalah praktik di lapangan.

“Itu sebabnya disebut Sekolah Lapang Bambu. Kita belajar sambil praktik di lapangan, mengenal bambu di lapangan,” kata Maria Ermelinda Meo, salah seorang koordinator program SLB. “Orang belajar pembibitan bambu langsung di lapangan. Belajar perawatan bambu, pengawetan bambu, kerajinan serat alam bambu, langsung di lapangan,” tambahnya. “Karena langsung di alam, kita jadi mengenal dan mencintai lingkungan. Di hutan bambu ini, saya jatuh cinta dengan lingkungan,” ungkap Erlin yang pernah malang melintang di Jakarta sebagai jurnalis.

“Dulu, waktu bekerja di media, ketemunya satu dua orang saat wawancara. Sekarang, saya justru bergaul dengan banyak orang dari mana-mana.” Erlin mengaku senang bekerja bersama YBLL di Kampus Bambu ini. Alam jadi jembatan antarmanusia, pembuka dan perekat jejaring. Bersama temannya, Erlin sedang menjajagi kemungkinan mengembangkan desa edu eko-wisata. “Potensi bambu luar biasa di sini. Namun titik berat kami edukasi, agar sambil berwisata ada kecintaan pada bambu, ada kerelaan merawat bumi, dan pemberdayaan pada masyarakat,” katanya.

Belajar sambil praktik. Itulah yang dialami para siswa. Pembekalan yang mereka dapatkan di Kampus Bambu tidak semata teori. Setelah belajar mengenai kandungan zat dalam bambu yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk, cara-cara dan bahan-bahan yang perlu untuk mengolah daun dan arang bambu menjadi pupuk organik, para siswa langsung mempraktikkannya keesokan harinya di kebun Seminari. Begitu pula, setelah belajar mengenai serat alam bambu untuk membuatan eco polybag, para siswa mempraktikkannya dengan menganyam polybag.

Di bawah bimbingan Ferdinandus Wea dan teman-temannya untuk pengolahan pupuk organik, dan Dominikus Woda dan teman-teman untuk pembuatan eco polybag, siswa tekun mengikuti petunjuk langkah demi langkah. Pembelajaran tidak hanya menyenangkan, tapi bermakna  karena ada kepenuhan hati, melibatkan berbagai ranah, dilakukan dengan sungguh-sungguh tapi menggembirakan, dengan tanggung jawab dan ketelitian, juga dalam kerja sama.

Menariknya, tidak hanya para siswa, guru pun ikut belajar. Seperti para siswa, guru bertanya, berdiskusi, dan beraksi. Mereka mengampu mata pelajaran yang berbeda-beda. Bahasa, sejarah, geografi, biologi, kimia. Alam mencairkan sekat-sekat. Alam mencipta keterhubungan, kerja sama antarilmu. Sebuah pembelajaran interdisipliner yang memerdekakan.

Fimbribambusa jokowii Widjaja

Pendekatan belajar melalui P5 itu sejatinya berkelanjutan. “Penguatan karakter itu nyata sekali. Dan itu pasti berdampak secara berkelanjutan dalam kehidupan anak-anak,” ujar Merlin, koordinator P5 kelas X sekaligus guru penggerak di SMA Seminari.

Lagi pula, Seminari memang menyambut serius kerja sama dengan YBLL melalui Kampus Bambu. Dua hektar tanah disiapkan untuk penanaman bambu. “Tahun lalu kita sudah menanam di lahan seluas 1 hektar. Tahun ini harus jadi 1 hektar lagi,” tegas RD. Martin Ua, Praeses Seminari.

“Kita akan berupaya agar hutan bambu di Seminari menjadi taman bambu. Juga, di hutan bambu itu, kita akan menanam 22 jenis bambu yang endemik, khas NTT, termasuk jenis bambu yang baru ditemukan di Flores, yang diberi nama Jokowii,” tutur Yopi berapi-api.

Nama ilmiah jenis bambu tersebut Fimbribambusa jokowii Widjaja, ditemukan oleh ahli taksonomi bambu, Prof. Dr. Elisabeth Anita Widjaja (goodnewsfromindonesia.id/2023). Sejauh ini, Presiden Jokowi adalah satu-satunya presiden yang pernah berkunjung ke Kampus Bambu Turetogo, Juni 2022 silam. Itu kebanggaan orang Flores. Namanya diabadikan dalam jenis bambu tersebut.

Karena dampak berkelanjutan baik mengenai penguatan karakter Pancasila dalam diri siswa, maupun upaya merawat bumi melalui bambu, dan karena ada aksi nyata menciptakan hutan bambu sebagai laboratorium alam di masa depan, maka telah disiapkan draft MOU kerja sama dua lembaga yakni YBLL dan Seminari, yang siap ditandatangani.

Melalui bambu, Ngada bersuara untuk Indonesia dan dunia (Nani Songkares).

P5 “Suara Demokrasi” Hari Pertama

Tujuh puluh lima siswa kelas XI SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu mengikuti kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bertema “Suara Demokrasi” di English Room, pada hari pertama, Selasa, 12 November 2024.

Selain Projek Suara Demokrasi, para siswa kelas XI juga terlibat dalam P5 bertema “Bangunlah Jiwa dan Raganya”.

P5 Suara Demokrasi kali ini akan menghasilkan dokumen evaluasi kinerja OSIS periode 2024/2025 yang tengah berjalan serta rekomendasi dan rencana tindak lanjut untuk program-program OSIS ke depannya.

Projek ini didampingi oleh Ibu Trinoni Selestina Rasni, S. IP., selaku Fasilitator P5 Suara Demokrasi dengan dua anggota, yakni Ibu Maria Mertiana Bolo, S. Pd, dan Fr. Alberto Indrabayu Ta Tonggo, S. Fil.

Projek hari pertama tersebut diawali dengan penjelasan mengenai tema, topik, dan tujuan projek oleh Trinoni Selestina Rasni, S. IP., atau Ibu Noni. Selanjutnya, Ibu Noni memaparkan materi tentang “Aku Belajar Demokrasi dan Peran OSIS dalam Demokrasi Sekolah”. Setelah itu, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan terkait materi yang telah dipaparkan.

Para siswa kemudian dibagi dalam 15 kelompok untuk mewawancarai romo, frater, guru, pegawai, dan anggota OSIS, yakni siswa kelas X dan XII. Topik-topik yang diwawancari, yakni kesan dan pesan terhadap kinerja OSIS periode 2024/2025 serta harapan untuk kinerja OSIS periode selanjutnya.

Salah satu kelompok, yakni kelompok Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J., yang beranggotakan lima orang siswa, yakni Gio Demung, Roland Li, Adrian Weko, Rendra Sadang, dan Tuang Sape, berhasil mewawancarai tiga narasumber, yaitu Vito Dhae (siswa kelas XII A), Pak Ferdi Bai (Guru Fisika) dan Ibu Tris Elu Wea (Pegawai Tata Usaha).

Menurut Vito, “OSIS periode 2024/2025 bersifat dinamis atau kadang bagus dan kadang kurang bagus”. “Kepemimpinannya tidak konsisten. Hanya bagus di awal, tidak konsisten hingga akhir,” ungkapnya.

Ia berharap di waktu yang tersisa  OSIS periode 2024/2025 mesti menumbuhkan kembali kesan-kesan yang positif. Hal itu bisa dibuat lewat kerja sama, keseriusan, dan komunikasi yang baik antara para pengurus OSIS.

Sementara itu, Ferdi, dalam pandangannya sebagai guru yang cukup lama mengabdi di Seminari dan pernah menjadi pembina OSIS, mengungkapkan bahwa OSIS periode ini kurang memperhatikan kebiasaan doa pagi bersama di setiap kelas.  “Kebiasaan tersebut sudah makin memudar akhir-akhir ini,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa saat guru tidak masuk untuk jam pelajarannya atau jam belajar sore dan malam hari, para siswa sering kali tidak memanfaatkan waktu dengan baik untuk membaca ataupun mengerjakan tugas. “Perlu ada koordinasi yang baik dari pihak OSIS untuk hal ini,” tegasnya.

Ia berpesan kepada para pengurus OSIS untuk membangun kembali kekompakan dalam bekerja serta menegaskan kembali program-program OSIS yang telah dicanangkan, sehingga menciptakan konteks organisasi yang taat pada aturan. Ferdi juga berharap ke depannya pemilihan pengurus OSIS mesti selektif dengan mempertimbangkan aspek kualitas kedisiplinan.

Selain itu, bagi Tris, pengurus OSIS periode ini cenderung kuat melindungi teman-temannya dalam berbuat hal buruk, seperti bolos ke luar Seminari. “Mereka tidak berani menegur teman mereka yang berbuat salah,” ungkapnya.

Ia berharap ke depannya, para pengurus OSIS bisa menjadi teladan bagi warga OSIS dengan taat pada aturan, visi, misi Seminari. Selain itu, ia berharap agar para pengurus OSIS harus selalu menciptakan situasi kasih persaudaraan dalam kepemimpinannya, dengan menjauhkan tindakan-tindakan kekerasan dan perundungan, ketika ingin menyelesaikan persoalan.

Usai mewawancarai romo, frater, guru, pegawai, dan siswa, para siswa kembali ke English Room untuk beristirahat sejenak, sembari menyantap snack yang telah disediakan. Selanjutnya, para siswa diberi kesempatan untuk mempresentasikan hasil wawancara mereka.

Di akhir kegiatan, para siswa bersama para guru pendamping projek membuat evaluasi dan refleksi atas kegiatan yang telah dijalankan serta penegasan dan informasi untuk kegiatan hari kedua pada Kamis, 14 November mendatang. (Roland Reko Li).

RD. Tinyo Tegaskan “Kebersamaan” dalam Pekan Akademik Bulan Bahasa 2024

OSIS SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu menyelenggarakan “Pekan Akademik Bulan Bahasa Tahun 2024” dari Kamis (24/8) hingga Senin (28/8). Kegiatan ini diisi dengan lomba debat, monolog, fragmen bahasa Inggris, pidato, cipta dan baca puisi, karya jurnalistik, dan seminar.

Saat membuka kegiatan pada Kamis sore (24/8), Kepala SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu, RD. Marianus Agustinus Gare Sera, M. Pd., atau RD. Tinyo menegaskan pentingnya kebersamaan dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut.

Bagi RD. Tinyo, Pekan Akademik Bulan Bahasa Tahun 2024 akan berjalan sukses, jika terjalin kerja sama yang baik antara OSIS sebagai penyelenggara kegiatan serta para guru dan pegawai. Kerja sama itu bisa dinyatakan lewat dukungan komunikasi serta kedisiplinan untuk hadir dan terlibat dalam setiap kegiatan selama pekan akademik.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Panitia Pekan Akademik Bulan Bahasa Tahun 2024, Gio Demung pada saat yang sama, menuturkan kesiapan dirinya bersama OSIS untuk menyukseskan Pekan Akademik Bulan Bahasa Tahun 2024.

“Kami siap untuk menyukseskan kegiatan-kegiatan selama Pekan Akademik. Bersama OSIS, kami akan upayakan, “ungkap Gio.

Selain itu, Gio menambahkan bahwa Pekan Akademik Bulan Bahasa menjadi kesempatan bagi warga OSIS SMA “untuk pertama, membangun spirit kerja tim di dalam kelas masing-masing, serta kedua melihat event ini sebagai kegiatan yang mengedukasi diri bukan kompetisi”. (Sie Breaking News OSIS).

Dinas Lingkungan Hidup Ngada Apresiasi “Berkhmawan on the Road”

Bengkel Teater Kata Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko menggelar “Berkhmawan on the Road” dengan rute Mataloko menuju Kota Bajawa pada Senin, 21 Oktober 2024, pukul 09.30 – 17.00 WITA.

Kegiatan ini mengusung tema “Ketika Sampah Nodai Sumpah”.

Kegiatan tersebut diisi dengan teater berjalan, orasi, monolog, musikalisasi puisi, dan aksi pungut sampah.

Titik pementasan Berkhmawan on the Road berlangsung di Pertigaan Mataloko – Were, Turekisa – Pertigaan Kampus STIPER FB, Pasar Bobou, Terminal Kota Bajawa, dan Taman Kartini.

Kegiatan ini disponsori oleh Polres Ngada, Kampus Bambu Turetogo, PT. Kencana Sakti Nusantara, Antara Prima, Komsos Keuskupan Agung Ende, Rumah Batik Sejoli, MZ Glamour, serta turut bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngada, Disperindag Kabupaten Ngada, dan Dinas Perhubungan Kabupaten Ngada.

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngada melalui Kepala Bidang Persampahan dan Bahan Bahaya dan Beracun (B3), Philomena Neko, S. T., menuturkan apresiasi dan terima kasih terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut.

“Kegiatan ini baru pertama kali terjadi di Kabupaten Ngada dan saya anggap luar biasa”, ungkap Philomena Neko yang mewakili Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ngada untuk hadir dalam kegiatan tersebut.

Menurutnya, selama ini penanganan terhadap masalah sampah di Kabupaten Ngada masih belum maskimal.

“Selama ini dari atas ke bawah, yakni dari pemerintah ke rakyat lewat penetapan Perda dan sosialisasi. Namun, belum berjalan maskimal. Masyarakat hanya datang, duduk, dengar, dan pulang. Tidak ada tindak lanjutnya”, ungkapnya.

Berkhmawan on the Road, baginya, menjadi kegiatan yang mewakili dan sekaligus memotivasi masyarakat Ngada untuk bersama-sama mendukung program pemerintah.

Selain itu, Philomena Neko berterima kasih kepada pihak Seminari yang telah menyelenggarakan Berkhmawan on the Road. Dirinya berharap kegiatan tersebut dapat memantik kesadaran masyarakat Ngada untuk melihat “sampah sebagai persolan serius yang tidak semata-mata ditangani oleh pemerintah”. (Bayu Tonggo).

EAGLE, KERJA SAMA, DAN KEPEMIMPINAN

Oleh Rm. Nani Songkares, Pr

SMA Seminari Todabelu, Mataloko menyelenggarakan kegiatan EAGLE English Club dengan tagline FIRE (Fun Interaction and Relation with English), Minggu (20/10/2024). Terlibat dalam kegiatan tersebut 120 siswa SMA Seminari bersama sejumlah siswa SMPS Seminari, SMPK Kartini Mataloko, SMAN 2 Bajawa, SMAN 2 Soa, SMAK Klemens Boawae, dan SMAN 1 Boawae.

Kegiatan bahasa Inggris rutin dua atau tiga bulanan yang lazim disebut kegiatan EAGLE diawali perayaan Ekaristi jam 05.45 di English Room, yang dipimpin Rm. Bambang Alfred Sipayung, SJ.

Pembelajaran yang Bermakna       

Dalam homilinya, imam yang sedang live in di Seminari Mataloko ini berbicara tentang kecenderungan mendidik kaum muda zaman ini yang menggunakan pendekatan psikologi positif. Kata-kata yang mengungkapkan realitas yang keras diperhalus agar kaum muda tidak berada dalam tekanan. “Anak tidak boleh dikatakan bodoh, karena nanti akan membuatnya tidak berkembang,” katanya.

Anak diajarkan untuk mengenal passion-nya, kata-hatinya. Sementara itu Passion sering disamakan dengan emosi positif, apa yang disenangi, diminati, dan menggembirakan. “Ini seperti kelenjar dopamin yang diinjeksikan kepada anak-anak. Kalau reaksi dopamin sudah tidak ada lagi, anak merasa hampa, kehilangan makna, dan cepat bosan. Itu yang terjadi ketika seseorang kecanduan narkoba, atau games, atau media sosial,” lanjutnya.

Jesuit kelahiran 25 November 1971 di Medan, Sumatra ini mengarahkan perhatian seminaris kepada Sabda Tuhan dalam bacaan Kitab Suci. “Kata-kata Tuhan itu tidak jarang keras. Dalam bacaan pertama dari Kitab Yesaya dikatakan, Tuhan meremukkan hambaNya dengan kesakitan. Untuk memasuki kepenuhan hidup kita harus menerima realitas yang tidak jarang menyakitkan,” tegasnya.

Pendek kata, yang dicari dalam pendidikan sejatinya bukanlah joyful learning atau pembelajaran yang menyenangkan, tapi meaningful learning, yakni pembelajaran yang bermakna. Sering kali agar dapat mengalami makna hidup orang harus rela menderita, bahkan berkorban, seperti Yesus yang datang untuk melayani, bukan dilayani.

Kerja Sama

Kegiatan EAGLE dimulai tepat pukul 9.00 di aula SMA setelah sebagian besar peserta hadir. Rm. Bambang SJ mendapat kesempatan berbicara setelah bersama-sama menyanyikan mars EAGLE dan menikmati ice-breaking.

Dengan bahasa Inggris yang memukau tapi sederhana dan mudah ditangkap, jebolan Development Studies, Institute of Social Studies, Denhaag, Belanda, menyihir kawula muda dengan proses-proses yang menarik.

Sebuah video yang berkisah mengenai perlombaan kelinci dan kura-kura ditampilkan. Kelinci melesat jauh meninggalkan kura-kura dalam sebuah lomba lari. Karena merasa tak mungkin dikalahkan, kelinci beristirahat, lalu tertidur. Kura-kura yang lamban tapi konsisten dan teguh memenangi pertandingan. Pembelajarannya jelas. Jangan menganggap enteng orang lain. Juga betapa pentingnya keteguhan, determinasi, dan konsistensi.

Namun cerita belum berakhir. Kelinci dan kura-kura bersepakat untuk berlomba lagi. Kali ini kelinci berlari kencang dari awal sampai akhir. Jelas, dia memenangi pertandingan. Kura-kura tidak hilang akal. Dia minta diadakan lomba lagi, tapi jalur perlombaan berbeda, harus melewati sungai yang lebar sebelum sampai garis akhir. Keduanya bersepakat, dan perlombaan dimulai. Seperti biasa, kelinci melesat jauh, tapi di tepi sungai dia bingung, tidak tahu bagaimana berenang. Kura-kura yang terlambat tiba segera terjun ke sungai dan berenang. Kura-kura pun memenangi pertandingan. Pembelajarannya menarik. Kenalilah kompetensi intimu, kekuatanmu, dan manfaatkan itu sebaik-baiknya, niscaya akan sukses!

Ternyata, masih ada kelanjutan ceritanya, dan bagian ini menarik sekali. Kelinci dan kura-kura sepakat berlari lagi melalui route yang sama, dengan sungai sebagai rintangannya. Namun, bukan persaingan yang dikedepankan, tapi kolaborasi, teamwork. Mereka sepakat, kura-kura menunggangi kelinci di jalur darat, sedangkan di sungai kelincilah yang menunggangi kura-kura. Hasilnya sangat memuaskan keduanya.

Memang tidak ada yang salah kalau orang mau pintar atau hebat sendiri. Namun, kalau dia tidak mampu bekerja sama dan saling berbagi kekuatan masing-masing, hasilnya kurang memuaskan, dan orang lain selalu akan lebih baik. Sebaliknya, kalau ada kerja sama, kalau ada penghargaan satu sama lain dan kerelaan berbagi, hasilnya akan jauh lebih memuaskan. Itulah nilai-nilai kepemimpinan.

Setelah cerita dari video itu, mula-mula ada pertanyaan yang menantang siswa secara individu. Berapa banyak kata yang bisa ditangkap. Setelah siswa yang satu menjawab, siswa kedua harus lebih banyak jumlah katanya. Begitu seterusnya. Saat mereka bekerja di dalam kelompok, jumlah kata yang mereka tangkap dan moral yang mereka pelajari dari kisah yang mereka tonton itu berlipat-ganda dan menarik.

Dalam berbagai kegiatan selanjutnya, siswa bekerja di dalam kelompok yang merupakan leburan dari berbagai sekolah. Ada nuansa persaingan di sana, karena persaingan membuat games menjadi seru, kegiatan lebih dinamis. Namun, yang lebih ditonjolkan ialah kerja sama, saling berbagi peran untuk mendapatkan tiket dan kartu-kartu, dan mengatasi tantangan. Hasilnya tidak ada yang merasa direndahkan, kalah, tidak ada yang merasa menang sendiri. Yang dirasakan adalah pembelajaran bersama yang memuaskan dan menginspirasi.

Kepemimpinan

Kegiatan EAGLE adalah salah satu ajang latihan kepemimpinan para siswa. Ada puluhan siswa yang sejak sebulan sebelumnya menyiapkan segala sesuatu bagi kelancaran EAGLE. Mereka membuat pertemuan secara teratur. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut mereka menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi.

Mereka menentukan tagline yang dirasa menarik dan akan mewarnai seluruh kegiatan mereka. Kali ini mereka memilih Fun Interaction and Relation with English (FIRE) sebagai tagline.. Mereka berkonsultasi dengan Teresa Wynne Taylor, seorang ibu dari Australia yang pernah tinggal di Seminari selama 7 bulan.

Mereka membentuk seksi-seksi dan tanggung jawab kerja masing-masing. Mereka merancang kegiatan dan games dan berbagai hal yang diperlukan. Mereka membuat jadwal latihan dan pertemuan evaluasi.

Mereka membahas bersama sekolah-sekolah yang akan diundang. Mereka memperhitungkan jumlah peserta, mengkalkulasi budget untuk konsumsi dan berbagai kebutuhan lainnya. Mereka memikirkan sumber dana, mengajukan proposal, dan melakukan fund-raising. Semua keterampilan literasi dan numerasi mereka manfaatkan agar harapan tercapai, mimpi terwujud.

Dari waktu ke waktu mereka merajut dan merasakan kesatuan di antara mereka. Ada tanggung jawab dan integritas bersama. Yang sudah diputuskan, dilaksanakan, walaupun untuk itu mereka harus berkorban: waktu, tenaga, pikiran. Mereka saling mendukung, tapi juga saling mengoreksi. Mereka memikirkan segala hal, bahkan sampai detil, untuk kenyamanan para peserta. Mereka siap tempur bersama, siap memberikan yang terbaik.

Setelah semua kegiatan berakhir, para peserta kembali dengan kisah dan kepuasan masing-masing, anggota panitia EAGLE, masih harus membereskan segala hal. Mereka memastikan aula, ruang-ruang kelas ditata normal, peralatan musik, elektronik, sound-system dikembalikan dalam keadaan baik. Mereka duduk lagi bersama mengevaluasi, mengapresiasi keunggulan, mencatat kekurangan, dan membicarakan rencana tindak lanjut untuk urusan pelaporan dan pertanggungjawaban, dan jadwal kegiatan berikutnya.

Itulah pembelajaran kepemimpinan yang bisa mereka timba melalui kegiatan EAGLE. Kepemimpinan yang melayani teman-temannya dengan sepenuh hati, yang membuat perbedaan, sekaligus membuat hidup mereka berarti. A meaningful learning (Nani Songkares)

SEMPER RIDENS SEPANJANG HAYAT

Feature – Adelino Kesu

Tepat sebelah jalan Trans Bajawa-Ende panorama Bukit Sasa membias lewat mata masyarakat. Tak jemu-jemu orang-orang yang melintas mendelik jajaran gedung tua yang didiami para seminaris. Sungging senyum menampakkan citra lembaga yang kian lama hampir menapaki usia seabad.

Seminari St. Yohanes Berkhmans Todabelu Mataloko didirikan tanggal 2 Februari 1926 di Sikka, Maumere. Seminari ini kemudian dipindahkan ke Mataloko dan diresmikan pada 15 September 1929 di Mataloko, Ngada yang dikenang sebagai hari jadi seminari. Seminari ini kerap dikenal karena moto santo pelindungnya yang familiar di kalangan masyarakat yakni “semper ridens

“Semper ridens” dengan terjemahan “Selalu tersenyum” senantiasa menjadi citra tersendiri bagi lembaga ini. Bertahun-tahun ungkapan itu tetap eksis. Tak heran tulisan semper ridens sering terpampang di punggung baju angkatan. Kata orang, roman khas seminaris itu manis-manis dan mengandung aura yang berbeda saat tersenyum. Usut punya usut, apa misteri di balik ungkapan “semper ridens?”

Moto Santo Pelindung

 St. Yohanes Berkhmans memang sengaja memilih moto hidup semper ridens. Latar belakang spiritual yang amat mendalam menjadikan santo muda ini model yang istimewa. Ia dilahirkan di Diest, Belgia, 13 Maret 1599 dan meninggal pada 13 Agustus 1621 sebagai anggota Serikat Yesus.

Sejak muda St. Yohanes Berkhmans ingin menjadi kudus. Kecintaannya menjalankan hal biasa dengan hati yang luar biasa menjadikannnya unik di mata teman-temannya. Totalitasnya dalam tugas dan rutinitas tampak dalam hal-hal kecil terutama pekerjaan kotor sekalipun. Ia jalankan itu dengan sepenuh hati dan keceriaan sehingga teman-temannya akrab meyapa Yohanes dengan panggilan “frater hilaris”(frater yang selalu ceria).

Positivity Brings Energy

Pancaran emosi melalui senyuman mengungkapkan kedalaman jiwa St. Yohanes Berkhmans. Para formator mengharapkan daya seperti itu hidup di tengah seminaris. Dalam satu wawancara dengan Romo Nani, ia mengungkapkan secara gamblang betapa pentingnya senyuman yang dilahirkan dari ungkapan batin terdalam.

“Senyum bukan penghias permukaan saja, justru itu merupakan daya tarik dari kedalaman yang jauh lebih besar,” tutur romo Nani (29/09/24). Menurutnya, pancaran citra seminari terlihat akibat kualitas yang sungguh tampak bukan sekadar nama.

Ungkapan semper ridens merupakan ajakan yang membebaskan. St. Yohanes Berkhmans sebagai model, sejatinya mengarahkan seminaris terutama orang muda menjadi “frater hilaris” di zaman kontemporer. Aturan yang serasa mengekang tidak akan menjadi persoalan. Kegembiraan yang terpancar dari kedalaman diri seminaris memberikan injeksi energi sebagai akibat dari kepuasan batin.

Para tenaga pendidik di seminari juga mengalami hal serupa. Di umur yang terbilang paruh baya, karisma emosional para formator yang berangkat dari moto St. Yohanes Berkhmans sungguh menggugah. Walaupun tua semangat tetap muda. Ikatan emosional seperti itu, justru membangun atmosfer yang sehat dalam pemberdayaan calon imam yang bergerak seiring teladan St. Yohanes Berkhmans.

Mengapa Semper Ridens?

Ungkapan semper ridens merupakan kebijaksanaan hati St. Yohanes Berkhmans yang tumbuh dari iman. Persis kalimatnya yang berbunyi “maxime facere minima” atau lakukanlah hal-hal kecil dengan hati yang besar, lembaga seminari jelas menempatkan santo muda ini sebagai teladan untuk hidup atas dorongan yang terdalam.

Kebesaran hati dalam menjalankan rutinitas, menjadi pembendung kejenuhan. Optimisme seminaris ditumbuhkan lewat hal sederhana seperti tersenyum sekali pun dalam situasi sulit. Tidak diketahui secara pasti, alasan dipilihnya St. Yohanes Berkhmans sebagai pelindung oleh pendiri seminari tertua kedua di Indonesia ini tetapi lembaga meyakini kehendak Tuhan yang bekerja di balik semua itu.

Fr. Pankrasius Tevin Lory, yang kerap disapa frater Tevin, alumnus seminari St. Yohanes Berkhmans yang saat ini menjalankan tahun orientasi pastoralnya (TOP) di almamater, membeberkan pengalamannya akan penghayatan ungkapan semper ridens sejak mengenyam pendidikan di seminari ini.

Ia mengakui bahwa senyuman merupakan cerminan dari sikap positif dan optimis dalam menghadapi tantangan hidup. “Senyum adalah simbol penerimaan tanpa pandang bulu. Dengan itu kita membangun koneksi emosioanl yang kelihatan sederhana tapi sungguh dalam,” ujar frater yang murah senyum ini (03/10/24).

“Ketika tersenyum, kita menghadirkan damai, bahkan untuk keadaan yang tidak selalu ideal. Kita menghapus letih dengan sinyal cinta yang tulus,” tambahnya.

Seminaris yang sungguh menghidupi moto santo Yohanes Berkhmans ini menjalani hari-harinya dengan lebih ringan. Aura itu tampak pada keceriaan mereka dalam menjalankan rutinitas sehari-hari.

“Senyum adalah kebaikan yang paling sederhana. Senyum itu pelarian dari tumpuknya beban, semacam relaksasi. Jadi komunikasi berjalan lancar ketika diwarnai senyuman,” ungkap Olan Nanga, siswa SMA Seminari St. Yohanes Berkhmans.

Pautannya dengan Kajian Ahli

Dalam buku Emotional Inteligence: Mengapa Eq Lebih Penting dari Iq, Daniel Goleman secara eksplisit menyebutkan bahwa emosi itu semacam virus sosial. Isyarat-isyarat emosional seperti senyuman menular dalam setiap perjumpaan dan memengaruhi orang-orang di sekitar.

Penelitian menunjukkan bahwa manusia meniru emosi-emosi secara tak sadar. Hal ini terbukti melalui riset Ulf Dimberg, seorang peneliti Swedia pada University of Upsala bahwa suasana hati yang sama akan dirasakan ketika melihat wajah tersenyum atau marah, tergantung suasana hati siapa yang lebih kuat.

Bertolak dari eksplorasi Daniel Goleman, konteks kehidupan seminaris yang dibaluti semangat moto St. Yohanes Berkhmans bisa menjadi hal yang luar biasa. Bayangkan, jika senyuman sungguh merupakan cerminan sikap positif dan optimis, betapa indah hidup dalam satu kebersamaan dengan senyuman sebagai tanda kesiap-sediaan melakukan sesuatu dengan ceriah mulai dari hal kecil. Semper ridens! (Adelino Kesu).