POLYBAG SERAT ALAM DARI BAMBU SUDAH WAKTUNYA JADI PERHATIAN

Spread the love

Polybag serat alam dari bambu bukan hal baru. Di sejumlah tempat usaha ini sudah digalakkan, bahkan dalam jumlah besar. Sekali pesan bisa ribuan.

Namun, untuk NTT umumnya dan Ngada khususnya, polybag serat alam dari bambu tergolong baru, dan belum populer, padahal sejak tahun 2016 pemerintah kabupaten Ngada sudah mengembangkan pertanian organik dan mencanangkan tiga Go – go organic, go clean, dan go green (Jomba, ekorantt.com/2019).

Sejalan dengan upaya pemerintah ini, sejak didirikan tahun 2021 silam Kampus Bambu Turetogo di Desa Ratogesa, Ngada, di bawah Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) gencar mempromosikan polybag serat alam dari bambu sebagai bagian dari gerakan merawat bumi.

Gerakan merawat bumi melalui pengadaan polybag serat alam ini perlu disambut. Produksi kantong plastik di Indonesia setiap tahun terbilang mengerikan. Akibatnya sampah plastik tersebar di mana-mana.

Data dari Making Oceans Plastics Free (2017) menyebutkan, rata-rata ada 182, 7 miliar kantong plastik digunakan di Indonesia setiap tahunnya. Sementara itu, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahal mengungkapkan, tahun 2022 total sampah plastik mencapai 12,54 juta ton. Jumlah itu naik secara eksponensial setiap tahun sejak 1995 (kompas.com 15/6/2023). Ini mengkhawatirkan sekali.

Salah satu kantong plastik yang masif digunakan untuk pembibitan adalah polybag. Polybag plastik ini murah dan praktis. Sayangnya pada umumnya hanya sekali pakai. Setelah itu dibuang di kebun-kebun atau pekarangan, dan tidak dilihat sebagai sampah yang mengotorkan dan mencemarkan.

 

Bagian dari P5

Melalui kerja sama dengan Kampus Bambu Turetogo, siswa SMA Seminari diajak melihat polybag serat alam dari bambu sebagai alternatif untuk menggantikan polybag plastik. Karena itu, selama beberapa hari ini para siswa dan para guru mendapatkan pelatihan cara membuat polybag serat alam dari bambu.

Pada Selasa (12/11/2024) mereka mengadakan studi lapangan ke Kampus Bambu untuk mendapatkan penyadaran dan pengetahuan mengenai pentingnya polybag serat alam dalam upaya konservasi lingkungan. Pada Rabu (13/11) pelatihan menganyam polybag bersama Dominikus Woda (Omin), seorang praktisi kerajinan serat alam dari Langa, Bajawa, di aula SMA Seminari. Omin sendiri bergabung bersama YBLL di Kampus Bambu Turetogo. Pada Kamis (14/11), refleksi dalam kelompok mengenai aksi-aksi yang telah dibuat, dan langkah-langkah untuk menjadikan aksi-aksi ini berkelanjutan. Refleksi tersebut para siswa tuangkan dalam bentuk tulisan-tulisan ficer.

 Mengomentari pelatihan pembuatan polybag organik ini, Rm. Silvinus Fe, Pr, salah seorang pendamping P5 mengatakan,  “Kegiatan ini merupakan bagian dari Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Yang ingin kita sasar itu aspek edukasinya, yakni bagaimana anak-anak dan kita semua bisa menyerap nilai-nilai Pancasila, dan membiarkan hidup kita digerakkan dan dituntun oleh nilai-nilai itu.”

Hal senada disampaikan FX. Lindawati, M.Pd, guru ekonomi SMA Seminari. “Nilai-nilai Pancasila banyak sekali yang dipelajari dan diserap melalui kegiatan ini. Penyadaran akan kerusakan lingkungan karena sampah plastik, kepedulian bersama untuk mencintai lingkungan sehingga kita semua mau tidak mau harus berbuat sesuatu, entah dengan diet plastik, atau dengan menghasilkan dan beralih kepada polybag serat alam, empati kita pada orang lain, kerelaan kita untuk saling mendengar dan menghargai, kolaborasi yang tulus. Itu semua bisa ditimba dari pembelajaran berbasis proyek ini. Yang menarik adalah begitu banyak guru dari berbagai mata pelajaran terlibat. Juga pegawai dari Kampus Bambu. Jadi P5 ini menyatukan kita bersama, bukan hanya untuk mendampingi tapi untuk belajar bersama. Dengan itu para siswa akan melihat, ini nilai-nilai kita bersama, yang mengikat kita semua sebagai satu bangsa. Itu indahnya P5.”

Baik Silvinus maupun Lindawati mengaku gembira dengan adanya P5 dari Kurikulum Merdeka ini. “Khususnya tentang bambu, kita sudah melaksanakannya selama dua tahun dalam kerja sama dengan Kampus Bambu. Irama pulang pergi antara sekolah dan hutan bambu yang sejuk, perjumpaan dengan beragam orang baik di sekolah, di Kampus Bambu, maupun di kampung-kampung, itu nilai lebih proyek ini yang membuat anak-anak termotivasi untuk belajar,” tutur Rm. Sely, sapaan akrab imam pengajar sejarah ini.

 

Berkelanjutan

 P5 itu sejatinya berkelanjutan. Dari segi penguatan karakter, dampaknya  seumur hidup. Namun, sebagai gerakan bersama untuk merawat bumi, pemanfaatan polybag serat alam dari bambu perlu menjadi aksi yang tak henti-hentinya digalakkan.

“Sumber alamnya melimpah. YBLL melalui Kampus Bambu Turetogo siap bekerja sama. Pasti para pemerhati lingkungan juga akan mengulurkan tangan. Sementara itu di Seminari, kita mempunyai ratusan anak muda yang siap belajar dan menjalarkan kepedulian akan lingkungan. Jadi pengadaan polybag serat alam dari bambu dalam jumlah besar sangat mungkin dilakukan,” ujar Rm. Sely.

Rm. Sely juga berbicara mengenai kemungkinan mengangkat polybag serat alam dari bambu sebagai bagian gerakan merawat bumi dalam sebuah seminar yang lebih besar. “Sudah saatnya kita mempromosikan polybag serat alam dari bambu ini kepada masyarakat luas dengan melibatkan berbagai pihak. Ini sejalan dengan kampanye peduli lingkungan yang dilakukan Seminari  melalui even Berkhmawan On the Road bulan lalu yang berjudul Ketika Sampah Nodai Sumpah,” katanya.

Gelar aksi Berkhmawan On the Road di atas kendaraan tronton dengan rute Mataloko menuju kota Bajawa pada Senin (21/10/2024) mendapat sambutan dan apresiasi dari berbagai kalangan. “Ini bukti anak-anak kita sanggup memotivasi dan menjadi duta lingkungan,” tandas Rm. Sely.

 

Peluang Kewirausahaan

Polybag serat alam dari bambu mempunyai peluang kewirausahaan yang menjanjikan ke depan. “Saat ini memang tantangannya harga dan kepraktisan. Polybag serat alam dari bambu, kalau dilempar dengan harga Rp.5000 itu mahal. Apalagi kurang praktis. Orang beli 500 polybag plastik mungkin besarnya hanya segepok, tapi kalau beli 500 polybag serat alam dari bambu, mungkin butuh kendaraan tersendiri. Dari sisi lain, polybag serat alam dari bambu gampang terurai, bisa ditanam di tanah bersama tanaman. Dan wadah ini bernilai merawat lingkungan,” tukas Linda, sapaan akrab ibu berdarah Jawa ini.

Jadi ada kelebihan dan kekurangan. “Karena itu polybag serat alam dari bambu butuh promosi yang terus-menerus dan melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah,” katanya. Ia melanjutkan, kalau promosi itu berjalan efektif, dan masyarakat berhasil diyakinkan untuk bergerak bersama, peluang kewirausahaan terbuka. “Apalagi, Seminari sekarang sedang gencar menanam bambu untuk menciptakan hutan bambu di kebunnya. Bahan bambu sudah langsung dari kebun,” tambahnya.

Kerja sama dengan berbagai pihak sangat dibutuhkan. Kalau pemerintah kabupaten Ngada, misalnya, berkomitmen dengan go organic, go clean, dan go green, bukan tidak mungkin penggunaan polybag serat alam dari bambu menjadi pilihan utama. “Kalau pembibitan oleh Dinas Kehutanan atau Dinas Pertanian menggunakan polybag serat alam, misalnya, ini gebrakan yang sangat bertenaga untuk aksi peduli lingkungan sekaligus menambah penghasilan,” sambung Rm. Sely.

Sudah waktunya polybag serat alam dari bambu menjadi perhatian dan pilihan. Ini bisa dilakukan di wilayah kita, oleh para pelajar kita, dan kita semua (Nani Songkares).

Comments are closed.